Rabu, 17 Agustus 2016

Posted by Aldy Forester | File under : , , ,


Saat anda tak memiliki kata-kata yang perlu dibicarakan, diamlah. Cukup mudah untuk mengerti kapan waktunya berbicara. Namun, mengetahui kapan saatnya anda harus diam adalah hal yang jauh berbeda, ini amat sulit. Salah satu fungsi bibir adalah untuk dikatupkan, Maka diamlah. Bagai mana mungkin anda akan bisa memperhatikan dan mendengarkan dengan lidah yang selalu berucap?, Maka diamlah demi kebeningan pandangan anda. Demi kejernihan otak anda. Orang yang mampu diam di tengah keinginan untuk bicara, maka dia akan mampu menemukan kesadaran dirinya. Dan sekali anda membuka mulut, anda akan temui betapa banyak kalimah-kalimah meluncur tanpa disadari. Mungkin sebagian kecil kata-kata itu tidak anda kehendaki. Tapi ingat, betapa sering kali orang tergelincir oleh kerikil kecil. Bukan batu besar. Betapa banyak fitnah terlahir oleh lidah. Betapa banyak pertikaian bermula dari lidah. Maka diamlah untuk sejenak demi keselamatan. 
Dalam Hikmah dikatakan;

 البلأ موكَّلٌ بالمَنْطِقِ 
“Bahwasanya balak itu terwakili oleh ucapan”. 

Ingatlah akan butiran mutiara indah hanya akan bisa tercipta bilamana kerang mutiara mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Sekali ia membuka lebar-lebar cangkangnya, maka pasir dan kotoran laut akan segera memenuhi mulutnya. Inilah umpama yg mendekatinya, karena diam adalah mutiara yang mahal harganya. Kebijakan pula seringkali tersimpan dalam diamnya para ahli bijak. Untuk mendapatkanya anda harus membukanya dengan tenaga yang super extra. Ingat pesan Nabi bahwa kesempurnaan Agama seseorang adalah ketika dia mampu meninggalkan hal-hal yang tak berarti. 

مِن حُسن إسلام المرءِ تركُه مالا يعنيه 
Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah bilamana ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya) 

Namun kebagusan Islam seseorang itu bertingkat-tingkat. Cukuplah seseorang berpredikat bagus Islamnya jika telah melaksanakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Dan puncak kebagusannya jika sampai derajat ihsan, yang tersebut dalam hadits ke-dua dari Kitab Arbain Nawawy. Besarnya pahala dan tingginya kemuliaan seseorang sesuai dengan kadar kebagusan Islamnya, hal tersebut bisa diraihnya bilamana orang tersebut mampu Meninggalkan Sesuatu Yang Tidak Penting. Sesuatu yang penting adalah sesuatu yang bisa memberi manfaat bagi diri, orang lain atau alam sekitar, entah urusan dunia maupun akhirat. 

Standar manfaat diukur oleh syariat, karena sudah maklum bahwa yang diperintahkan oleh syariat pasti membawa manfaat, dan yang dilarang pasti menimbulkan mudhorot. oleh karena itu upaya untuk paham syariat adalah aktivitas yang sangat bermanfaat. Adalah menjadi kewajiban seseorang demi kebagusan Islamnya untuk meninggalkan semua yang tidak penting karena semua aktivitas hamba akan dicatat, dan celakalah seseorang yang memenuhi catatannya dengan sesuatu yang tidak penting, termasuk di dalamnya adalah semua bentuk kemaksiatan. Maka diamlah sebelum anda terjerembak ke dalam gubangan dosa oleh lisan anda. Adalah Shahabat Abu Bakar Ash Shiddik yang rela mengganjal mulutnya dengan batu selama waktu satu tahun hanya supaya tidak banyak bicara. (Ar Risalah Al Qosyiriyah : 122). 
Dan juga Luqman AL hakim yang ber washiyat kepada putranya:

 قال لقمان لابنه : يابنىّ ما ندِمتُ على الصَمْتِ قطّ , فإنّ الكلام إذا كان مِن فضةٍ كان السكوت من ذهبٍ ( الجواهر اللؤلؤية : 139 ) 

“Anakku...Tiada penyesalan sama sekali dalam diamku. Karena sesungguhnya jika berbicara laksana perak maka diam bak emas” 

Diceritakan: adalah orang sholih dahulu dimana mereka tidak akan bicara kecuali setelah menata niatnya, jika mereka dapati niatnya gak bener mereka enggan bicara. Karena menurut hemat mereka “ Tidak ada ucapan kecuali akan di pertanggung jawabkan di akhirat”. 
Di satu hadis Rasulallah berkata:

 من كان يؤمن بالله واليوم الأخِر فليقل خيرا او ليصمُت 

Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, sesungguhnya Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim) 

Kedudukan Hadits ini merupakan hadits yang penting dalam bidang adab. Pada hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang harus ditunaikan, yaitu hak Alloh dan hak hamba. Penunaian hak Alloh porosnya ada pada senantiasa merasa diawasi oleh Allah. 
Di antara hak Alloh yang paling berat untuk ditunaikan adalah penjagaan lisan. Adapun penunaian hak hamba, yaitu dengan memuliakan orang lain. Menjaga lisan bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan berkata baik atau kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya lebih rendah dari pada berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan dengan berkata yang tidak baik.
Berkata baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat An-Nisa’: 114, yaitu perintah bershadaqoh, perintah kepada yang makruf atau berkata yang membawa perbaikan pada manusia. 
Perkataan yang di luar ketiga hal tersebut bukan termasuk kebaikan, namun hanya sesuatu yang mubah atau bahkan suatu kejelekan. Pada menjaga lisan ada isyarat menjaga seluruh anggota badan yang lain, karena menjaga lisan adalah yang paling berat. Memuliakan berarti melakukan tindakan yang terpuji yang bisa mendatangkan kemuliaan bagi pelakunya. 
Dengan demikian memuliakan orang lain adalah melakukan tindakan yang terpuji terkait dengan tuntutan orang lain.

Link :  Elzajery

===================================================================

JANGAN LUPA JOIN PAYTREN

http://paytren.link/aldyforester
KLIK TOMBOL DIATAS, ATAU KLIK BANNER BERIKUT

http://plcnetwork.com/aldyforester


Jumat, 05 Agustus 2016

Posted by Aldy Forester | File under : ,

Idealisme adalah pola pikir akan pandangan ke depan yang dianggap benar berdasarkan pengalaman,pengetahuan,dan kebiasaan. Pragmatisme merupakan pemahaman yang bersifat tidak tetap,terus tumbuh, dan bagaimana penerapannya. Kedua paham ini sangat bertentangan. Bagaimana menyatukan paham ini agar menumbuhkan pemikiran-pemikiran positif dalam pengembangannya.

Mahasiswa sebagai penerus bangsa saat ini membutuhkan pemahaman akan paham pembentukan sikap kedepannya. Penanaman akan paham-paham pembentukan karakter sangat diutamakan. Bagaimana bangsa ini bisa maju jika penerusnya tidak berkarakter. Untuk itulah dibutuhkan karakter yang sesuai kebutuhan pengembangan bangsa ini. Paham apa yang seharusnya mereka pilih?

Idealisme merupakan paham yang bersifat perubah. Apakah karakter penerus harus selalu mengikuti paham yang membiarkan mereka mengikuti arus kenyataan. Beginilah mereka, beginilah seterusnya?. Idealisme membangun pola pikir mereka. Bagaimana mereka menyusun pola pikir akan pandangan mereka ke depan. Akan jadi apa? Seperti apa?. Idealisme semakin menguatkan mereka akan pemahaman-pemahaman baru seiring bertambahnya pengalaman,kebiasaan,dan pengetahuan mereka.

Bila kita merujuk ke pengertian idealis seperti kata Merriam-Webster Online Dictionary, seseorang yang mengikuti suatu teori atau falsafah (paham) adalah seorang idealis, di mana orang ini akan menjadi idealis yang membawa pemikiran sesuai yang dipahaminya jika bertemu seorang idealis dari ‘aliran’ lain. Ini lebih condong kepada filsafat.(Bramono,2007)

Pentingnya idealisme pada pembentukan karakter mahasiswa adalah akan menciptakan mahasiswa yang berpola pikir kritis. Bukan berarti idealisme akan terus bersikeras mengikuti pemahamannya akan suatu masalah. Idealis berarti memiliki pemahaman yang berkarakter. Itu jauh lebih baik daripada hanya sekadar menjadi manusia yang tidak berkembang.

Idealisme memang memiliki kekurangan atau dampak negatif. Kekurangan itu adalah jika seorang idealis bertemu dengan orang idealis lainnya. Maka mereka akan saling mempertahankan pemahaman masing-masing. Dampak inilah yang menyebabkan terjadinya pertentangan akan pemahaman satu sama lain. Untuk itu mahasiswa berkarakter juga memerlukan sikap toleran agar tidak terjadi pertentangan dari pemahaman yang lain. Ambil saja dampak positip dari pemahaman idealis tersebut. Tidak salah menjadi idealis. Menjadi terlalu idealislah yang menyebabkan masalah.

Idealis berarti memiliki pemahaman akan keinginan bahwa apa yang menurut mereka benar pasti akan mereka dapatkan kemudian. Bila mahasiswa saat ini mempunyai karakter yang tidak dibarengi dengan tindakan,maka pemahaman mereka itu hanya sekedar mimpi atau khayalan semata.

Selain pemahaman idealis tadi, mengapa tidak dipadukan dengan paham pragmatisme?. Memang pemaham ini sangat bertentangan. Pragmatisme berarti pemahaman yang besifat langsung bagaimana penerapannya sesuai keadaan. Pragmatisme dapat di artikan juga sebagai motivasi. Yang berarti orang yang berpahaman seperti ini akan selalu mempunyai motivasi untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia akan melakukan semua yang menurutnya benar untuk mencapai keinginannya.

Menurut Abraham Maslow (1943;1970) manusia melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam teori hierarki of need menyatakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. (serbasejarah,2011)

Pemahaman seperti ini juga mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam penerapannya. Jika seorang mahasiswa memiliki karakter seorang pragmatisme berarti ia akan selalu melakukan apapun demi mencapai keinginannya. Positifnya ia pasti selalu berusaha dalam pencapaiannya. Negatifnya ia akan melakukan apapun sehingga tidak mengindahkan batasan-batasan pada pencapaiannya. Pemahaman seperti ini harus dibarengi dengan pemahaman moral dan etika.

Dari kedua pemahaman diatas, jika mahasiswa penerus bangsa ini ditanamkan karakter yang berbeda secara bersamaan, dengan pertimbangan sisi posotif dari kedua pemahaman tersebut, maka akan menciptakan penerus yang berkarakter membangun bangsa.

Idealisme yang mempunyai pemahaman akan cita-cita dan perubah. Pragmatisme yang mempunyai pemahaman selalu memotivasi,bersungguh-sungguh,dan tekun. Jika kedua pemahaman ini terus ditanamkan sehingga menghasilkan penerus bangsa yang berkarakter membangun. Tidak perlu diragukan lagi, mahasiswa bangsa ini tidak lagi perlu bersitegang masalah pendapat dan pemahaman mereka.

Sehingga mengurangi tingkat kerusuhan dan tumpah darah yang konyol. Karakter yang selalu membangun ini, akan menumbuhkan pemikiran-pemikiran yang inovatif dan kesungguhan dalam pelaksanaannya. Demi bangsa ,bersama-sama, bergandeng tangan, untuk Indonesia lebih maju!!.

Link :  Habis Lubis 


Kamis, 04 Agustus 2016

Posted by Aldy Forester | File under : ,

Dosen yang terkenal liberal itu mulai berceramah. Namun, ia tidak langsung masuk ke mata kuliahnya. Ia justru berbicara tentang fenomena umat Islam yang menurutnya pemarah. Ada yang memprotes adzan, marah. Ada yang membakar Al Quran, marah.

Padahal, menurutnya, yang dibakar itu hanya kertas. Sedangkan Al Quran yang sebenarnya ada di lauhul lahfudz. Tak bisa dibakar, tak bisa dilecehkan.

“Saya benar-benar heran dengan umat Islam. Terlalu lebay, menurut saya. Hanya karena ada yang menginjak mushaf Al Quran, mereka marah lalu ribuan orang menggelar demonstrasi di mana-mana. Padahal yang dibakar itu cuma kertas. Hanya media tempat menulis Al Quran. Al Quran aslinya ada di lauhul mahfuzh,” kata dosen itu. “Saya pikir para mahasiswa harus dicerdaskan soal ini.”

Ruang kuliah itu hening beberapa saat. Sebagian mahasiswa agaknya setuju dengan pemikiran sang dosen. Hingga kemudian, seorang mahasiswa yang dikenal cerdas mengacungkan tangan.

“Memang Al Quran itu, hakikatnya ada di lauhul mahfuzh,” katanya sambil berjalan mendekati dosen.

“Maaf, Pak. Boleh saya melihat makalah Bapak?” Wajah mahasiswa lainnya menegang. Mereka khawatir akan ada insiden yang tidak terduga antara mahasiswa yang dikenal sebagai aktifis dakwah itu dengan dosennya yang liberal.

“Makalah ini bagus Pak,” Wajah-wajah yang tadinya sempat tegang kini normal kembali. Namun itu hanya sesaat, karena setelah itu, mahasiwa tersebut melempar makalah ke lantai kemudian menginjaknya. “Sayang sekali analisanya kurang komprehensif”

Tak cukup menginjak. Ia ludahi makalah itu kemudian ia injak-injak lagi. Praktis makalah tersebut menjadi kotor dan rusak.

Di dekatnya, sang dosen melotot. Mukanya merah padam. Kedua telapak tangannya menggenggam erat.

“Kurang ajar! Kamu menghina karya ilmiah saya. Kamu menghina pemikiran saya,” kata sang dosen sembari melayangkan tangannya ke arah mahasiswa. Namun, dengan cekatan mahasiswa itu menangkisnya.

“Marah ya Pak? Saya hanya menginjak kertas. Saya hanya meludahi kertas. Saya hanya melecehkan kertas. Saya tidak melecehkan pemikiran Bapak karena pemikiran Bapak ada di kepala Bapak. Saya kan tidak menginjak kepala Bapak. Saya pikir Bapak harus dicerdaskan soal ini.”

Mendengar itu, sang dosen tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia seperti mendapatkan serangan balik yang mematikan. Segera, buku-bukunya dikemasi dan ia meninggalkan ruang kuliah itu dengan muka merah padam.

Link : Tarbiyah