Rabu, 17 Agustus 2016
Jumat, 05 Agustus 2016
Idealisme adalah pola pikir akan pandangan ke depan yang dianggap benar berdasarkan pengalaman,pengetahuan,dan kebiasaan. Pragmatisme merupakan pemahaman yang bersifat tidak tetap,terus tumbuh, dan bagaimana penerapannya. Kedua paham ini sangat bertentangan. Bagaimana menyatukan paham ini agar menumbuhkan pemikiran-pemikiran positif dalam pengembangannya.
Mahasiswa sebagai penerus bangsa saat ini membutuhkan pemahaman akan paham pembentukan sikap kedepannya. Penanaman akan paham-paham pembentukan karakter sangat diutamakan. Bagaimana bangsa ini bisa maju jika penerusnya tidak berkarakter. Untuk itulah dibutuhkan karakter yang sesuai kebutuhan pengembangan bangsa ini. Paham apa yang seharusnya mereka pilih?
Idealisme merupakan paham yang bersifat perubah. Apakah karakter penerus harus selalu mengikuti paham yang membiarkan mereka mengikuti arus kenyataan. Beginilah mereka, beginilah seterusnya?. Idealisme membangun pola pikir mereka. Bagaimana mereka menyusun pola pikir akan pandangan mereka ke depan. Akan jadi apa? Seperti apa?. Idealisme semakin menguatkan mereka akan pemahaman-pemahaman baru seiring bertambahnya pengalaman,kebiasaan,dan pengetahuan mereka.
Bila kita merujuk ke pengertian idealis seperti kata Merriam-Webster Online Dictionary, seseorang yang mengikuti suatu teori atau falsafah (paham) adalah seorang idealis, di mana orang ini akan menjadi idealis yang membawa pemikiran sesuai yang dipahaminya jika bertemu seorang idealis dari ‘aliran’ lain. Ini lebih condong kepada filsafat.(Bramono,2007)
Pentingnya idealisme pada pembentukan karakter mahasiswa adalah akan menciptakan mahasiswa yang berpola pikir kritis. Bukan berarti idealisme akan terus bersikeras mengikuti pemahamannya akan suatu masalah. Idealis berarti memiliki pemahaman yang berkarakter. Itu jauh lebih baik daripada hanya sekadar menjadi manusia yang tidak berkembang.
Idealisme memang memiliki kekurangan atau dampak negatif. Kekurangan itu adalah jika seorang idealis bertemu dengan orang idealis lainnya. Maka mereka akan saling mempertahankan pemahaman masing-masing. Dampak inilah yang menyebabkan terjadinya pertentangan akan pemahaman satu sama lain. Untuk itu mahasiswa berkarakter juga memerlukan sikap toleran agar tidak terjadi pertentangan dari pemahaman yang lain. Ambil saja dampak positip dari pemahaman idealis tersebut. Tidak salah menjadi idealis. Menjadi terlalu idealislah yang menyebabkan masalah.
Idealis berarti memiliki pemahaman akan keinginan bahwa apa yang menurut mereka benar pasti akan mereka dapatkan kemudian. Bila mahasiswa saat ini mempunyai karakter yang tidak dibarengi dengan tindakan,maka pemahaman mereka itu hanya sekedar mimpi atau khayalan semata.
Selain pemahaman idealis tadi, mengapa tidak dipadukan dengan paham pragmatisme?. Memang pemaham ini sangat bertentangan. Pragmatisme berarti pemahaman yang besifat langsung bagaimana penerapannya sesuai keadaan. Pragmatisme dapat di artikan juga sebagai motivasi. Yang berarti orang yang berpahaman seperti ini akan selalu mempunyai motivasi untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia akan melakukan semua yang menurutnya benar untuk mencapai keinginannya.
Menurut Abraham Maslow (1943;1970) manusia melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam teori hierarki of need menyatakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. (serbasejarah,2011)
Pemahaman seperti ini juga mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam penerapannya. Jika seorang mahasiswa memiliki karakter seorang pragmatisme berarti ia akan selalu melakukan apapun demi mencapai keinginannya. Positifnya ia pasti selalu berusaha dalam pencapaiannya. Negatifnya ia akan melakukan apapun sehingga tidak mengindahkan batasan-batasan pada pencapaiannya. Pemahaman seperti ini harus dibarengi dengan pemahaman moral dan etika.
Dari kedua pemahaman diatas, jika mahasiswa penerus bangsa ini ditanamkan karakter yang berbeda secara bersamaan, dengan pertimbangan sisi posotif dari kedua pemahaman tersebut, maka akan menciptakan penerus yang berkarakter membangun bangsa.
Idealisme yang mempunyai pemahaman akan cita-cita dan perubah. Pragmatisme yang mempunyai pemahaman selalu memotivasi,bersungguh-sungguh,dan tekun. Jika kedua pemahaman ini terus ditanamkan sehingga menghasilkan penerus bangsa yang berkarakter membangun. Tidak perlu diragukan lagi, mahasiswa bangsa ini tidak lagi perlu bersitegang masalah pendapat dan pemahaman mereka.
Sehingga mengurangi tingkat kerusuhan dan tumpah darah yang konyol. Karakter yang selalu membangun ini, akan menumbuhkan pemikiran-pemikiran yang inovatif dan kesungguhan dalam pelaksanaannya. Demi bangsa ,bersama-sama, bergandeng tangan, untuk Indonesia lebih maju!!.
Link : Habis Lubis
Kamis, 04 Agustus 2016
Dosen yang terkenal liberal itu mulai berceramah. Namun, ia tidak langsung masuk ke mata kuliahnya. Ia justru berbicara tentang fenomena umat Islam yang menurutnya pemarah. Ada yang memprotes adzan, marah. Ada yang membakar Al Quran, marah.
Padahal, menurutnya, yang dibakar itu hanya kertas. Sedangkan Al Quran yang sebenarnya ada di lauhul lahfudz. Tak bisa dibakar, tak bisa dilecehkan.
“Saya benar-benar heran dengan umat Islam. Terlalu lebay, menurut saya. Hanya karena ada yang menginjak mushaf Al Quran, mereka marah lalu ribuan orang menggelar demonstrasi di mana-mana. Padahal yang dibakar itu cuma kertas. Hanya media tempat menulis Al Quran. Al Quran aslinya ada di lauhul mahfuzh,” kata dosen itu. “Saya pikir para mahasiswa harus dicerdaskan soal ini.”
Ruang kuliah itu hening beberapa saat. Sebagian mahasiswa agaknya setuju dengan pemikiran sang dosen. Hingga kemudian, seorang mahasiswa yang dikenal cerdas mengacungkan tangan.
“Memang Al Quran itu, hakikatnya ada di lauhul mahfuzh,” katanya sambil berjalan mendekati dosen.
“Maaf, Pak. Boleh saya melihat makalah Bapak?” Wajah mahasiswa lainnya menegang. Mereka khawatir akan ada insiden yang tidak terduga antara mahasiswa yang dikenal sebagai aktifis dakwah itu dengan dosennya yang liberal.
“Makalah ini bagus Pak,” Wajah-wajah yang tadinya sempat tegang kini normal kembali. Namun itu hanya sesaat, karena setelah itu, mahasiwa tersebut melempar makalah ke lantai kemudian menginjaknya. “Sayang sekali analisanya kurang komprehensif”
Tak cukup menginjak. Ia ludahi makalah itu kemudian ia injak-injak lagi. Praktis makalah tersebut menjadi kotor dan rusak.
Di dekatnya, sang dosen melotot. Mukanya merah padam. Kedua telapak tangannya menggenggam erat.
“Kurang ajar! Kamu menghina karya ilmiah saya. Kamu menghina pemikiran saya,” kata sang dosen sembari melayangkan tangannya ke arah mahasiswa. Namun, dengan cekatan mahasiswa itu menangkisnya.
“Marah ya Pak? Saya hanya menginjak kertas. Saya hanya meludahi kertas. Saya hanya melecehkan kertas. Saya tidak melecehkan pemikiran Bapak karena pemikiran Bapak ada di kepala Bapak. Saya kan tidak menginjak kepala Bapak. Saya pikir Bapak harus dicerdaskan soal ini.”
Mendengar itu, sang dosen tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia seperti mendapatkan serangan balik yang mematikan. Segera, buku-bukunya dikemasi dan ia meninggalkan ruang kuliah itu dengan muka merah padam.
Link : Tarbiyah